
Hak Istri dan Anak yang Wajib Anda Tahu Ketika Mertua Ikut Campur
Konflik rumah tangga seringkali datang dari berbagai arah,
tak terkecuali campur tangan pihak ketiga seperti mertua. Namun, bagaimana jadinya
jika campur tangan itu sudah menyentuh aset dan berpotensi merugikan Anda dan
anak-anak ? Yuk, kenali hak-hak Anda !
Bagi sebagian orang, kehadiran mertua bisa menjadi berkah,
tapi bagi sebagian lainnya, justru bisa menjadi pemicu masalah yang tak berujung.
Apalagi jika campur tangan itu sudah melewati batas, bahkan sampai mengatur
kepemilikan harta. Nah, artikel ini akan membahas tuntas kasus nyata yang
sering terjadi di masyarakat, yaitu konflik perebutan tanah yang melibatkan
mertua, serta hak-hak yang bisa Anda perjuangkan sebagai istri dan ibu.
Studi Kasus : Ibu H di Sukoharjo yang Terjebak Konflik Bertahun-tahun
Mari kita belajar dari pengalaman Ibu H di Sukoharjo. Beliau
sudah menikah selama 20 tahun dan memiliki 3 orang putra. Selama ini, rumah tangganya
selalu diwarnai konflik karena campur tangan mertua yang berlebihan. Puncaknya,
mertua Ibu H ingin menjual tanah milik suaminya, padahal sertifikat tanah itu
masih atas nama mertua.
Tanah ini mulanya dibeli patungan oleh suami dan mertua.
Namun, kemudian suami Ibu H membeli tanah itu sepenuhnya dari mertua. Anehnya,
sertifikat tanahnya tidak kunjung dibalik nama ke suami Ibu H, dengan alasan
agar lebih aman. Kini, mertua dan suami Ibu H berencana menjual tanah tersebut,
tanpa persetujuan Ibu H dan anak-anak. Bahkan, mertua Ibu H menyarankan menjual
rumah Ibu H jika uang hasil penjualan tanah suami belum cukup.
Ditambah lagi, suami Ibu H menunjukkan tanda-tanda penelantaran ekonomi: sudah 3 bulan tidak memberi nafkah, tidak membiayai sekolah anak, bahkan tidak mau membayar biaya rumah sakit saat Ibu H keguguran. Suami Ibu H juga cenderung labil dan selalu menuruti ibunya, bahkan sampai mengancam akan menceraikan Ibu H jika tidak menuruti keinginan sang mertua.
Melihat situasi ini, apa saja sih hak-hak Ibu H dan anak-anak yang bisa diperjuangkan ?
1. Status Hukum Tanah yang Masih Atas Nama Mertua : Harta Bersama atau Bukan ?
Ini adalah pertanyaan krusial. Meskipun sertifikat tanah masih atas nama mertua, ada kemungkinan besar tanah itu bisa menjadi harta bersama (gono-gini).
Jika tanah dibeli setelah menikah : Apabila suami Ibu H
membeli tanah itu (meskipun dari hasil patungan awal) setelah mereka menikah,
maka tanah tersebut berpotensi menjadi harta bersama. Artinya, Ibu H sebagai
istri punya hak atas setengah bagian dari tanah itu.
Jika tanah dibeli sebelum menikah : Kalau tanah itu dibeli
suami sebelum menikah, itu namanya harta bawaan suami. Ibu H tidak berhak
langsung atas harta bawaan ini. Namun, jika ada peningkatan nilai atau
keuntungan dari pengelolaan tanah itu selama pernikahan, peningkatan nilai
tersebut bisa masuk kategori harta bersama.
Apa yang Bisa Dilakukan Ibu H ?
- Kumpulkan Bukti : Ini penting sekali ! Cari semua bukti pembayaran atau kesepakatan jual beli tanah antara suami dan mertua. Bukti transfer bank, kwitansi, atau saksi yang tahu proses pembelian tanah akan sangat membantu.
- Gugatan Pembatalan Penjualan dan Pengakuan Hak : Jika tanah itu nekat dijual tanpa persetujuan Ibu H, Ibu H bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (atau Pengadilan Agama jika beragama Islam) untuk membatalkan penjualan tersebut. Selain itu, Ibu H bisa menuntut agar tanah itu diakui sebagai milik suami dan sebagai harta bersama.
- Buat Perjanjian Tertulis : Disarankan untuk segera membuat perjanjian tertulis di depan notaris antara suami dan mertua. Perjanjian ini menegaskan bahwa tanah itu milik suami dan sedang dalam proses balik nama, serta mengikat mertua agar tidak menjualnya tanpa persetujuan suami.
2. Hak Istri dan Anak dalam Perceraian dan Penelantaran Ekonomi
Jika perceraian tidak bisa dihindari, atau bahkan sebelum perceraian terjadi jika ada penelantaran ekonomi, Ibu H dan anak-anak punya hak penuh untuk menuntut hak-hak mereka.
Dalam Gugatan Cerai (jika Muslim di Pengadilan Agama, jika non-Muslim di Pengadilan Negeri), Ibu H bisa sekaligus menuntut :
- Nafkah Iddah dan Mut'ah. Ini adalah hak istri setelah bercerai.
- Harta Bersama (Gono-gini). Pembagian harta yang didapat selama pernikahan, termasuk tanah yang sedang jadi masalah ini jika terbukti sebagai harta bersama.
- Hak Asuh Anak (Hadhanah). Mengingat anak-anak Ibu H sudah berusia 18, 16, dan 14 tahun, hak asuh kemungkinan besar akan diberikan kepada Ibu H. Apalagi jika suami terbukti menelantarkan mereka.
- Nafkah Anak (Nafkah Hadhanah). Anak-anak berhak penuh atas nafkah dari ayahnya sampai mereka mandiri (umumnya sampai usia 21 tahun atau menikah). Pengadilan akan menentukan besaran nafkah yang wajib diberikan suami setiap bulan.
Pentingnya Bukti Penelantaran
Kumpulkan bukti-bukti penelantaran ekonomi suami, seperti bukti tidak adanya transfer uang nafkah, bukti pembayaran sekolah oleh Ibu H atau orang tuanya, dan bukti pembayaran biaya rumah sakit saat keguguran oleh orang tua Ibu H. Ini akan menjadi bukti kuat dalam gugatan nafkah dan harta bersama.
Jika penelantaran ekonomi terus berlanjut
dan memenuhi unsur pidana, Ibu H bisa melaporkan suaminya ke polisi berdasarkan
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Pasal 49.
3. Hak Anak Atas Harta Ayahnya
Harta Bawaan Ayah. Tanah yang dibeli suami sebelum menikah adalah harta bawaan suami. Anak-anak memiliki hak waris atas harta bawaan maupun harta bersama ayah mereka, namun itu baru berlaku setelah ayah meninggal dunia.
Harta Bersama. Jika tanah tersebut sebagai harta
bersama, maka anak-anak juga akan merasakan manfaatnya, dan mereka akan
memiliki hak waris atas bagian ayah mereka dari harta bersama jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
4. Mengatasi Konflik dengan Suami dan Mertua : Pendekatan Non-Hukum
Juga Penting !
Campur tangan mertua yang manipulatif dan sifat suami yang labil adalah akar masalahnya. Selain jalur hukum, ada beberapa pendekatan lain yang bisa dicoba :
- Ajak suami untuk melakukan mediasi dengan pihak ketiga yang netral dan dihormati (misalnya tokoh agama, konselor perkawinan, atau mediator di pengadilan). Tujuannya agar suami sadar akan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan dampaknya pada anak-anak.
- Ibu H dan anak-anak perlu bersama-sama menegaskan batasan terhadap campur tangan mertua. Suami harus sadar bahwa prioritas utamanya adalah keluarga inti (istri dan anak-anak).
- Jika ancaman perceraian dan penelantaran terus terjadi, fokus utama adalah melindungi diri Ibu H dan anak-anak secara finansial dan emosional.
Jangan Ragu Mencari Bantuan Hukum !
Situasi seperti yang dialami Ibu H memang sangat membebani.
Jangan biarkan kekhawatiran ini menghentikan Anda untuk memperjuangkan keadilan
bagi diri sendiri dan masa depan anak-anak. Lembaga Bantuan Hukum Mata Elang atau
pengacara yang ada di Kantor Hukum Mata Elang Law Firm & Partners siap mendampingi Anda dalam setiap langkah hukum, mulai dari
menganalisis bukti, mengupayakan mediasi, hingga mengajukan gugatan ke
pengadilan.
Memperjuangkan hak memang tidak mudah, tapi dengan pengetahuan hukum yang cukup dan pendampingan hukum yang tepat, Anda bisa melangkah dengan lebih mantap demi kebaikan keluarga Anda.
Konsultasi Hukum Online - Permasalahan Rumah Tangga Dan Sengketa Harta Dalam Konflik by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang