Ketika Anak Diusir dan Haknya Dilanggar: Memahami Perlindungan Hukum bagi Remaja di Bawah Umur

Konsultasi Hukum Terkait Dugaan Pengusiran Dari Rumah, Pengambilan Paksa Barang Pribadi, Dan Tekanan Keluarga by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang

Ketika Anak Diusir dan Haknya Dilanggar Memahami Perlindungan Hukum bagi Remaja di Bawah Umur

Ketika Anak Diusir dan Haknya Dilanggar: Memahami Perlindungan Hukum bagi Remaja di Bawah Umur

 

 

Apakah remaja di bawah umur dapat diusir dari rumah atau barang pribadinya diambil paksa? Pahami hak-hak anak, konsekuensi hukum bagi pelaku, serta lembaga yang dapat memberikan perlindungan dan bantuan hukum.

 

Rumah seharusnya menjadi tempat teraman bagi setiap individu, terutama bagi anak-anak dan remaja yang masih dalam tahap tumbuh kembang. Namun, kenyataannya, tidak sedikit kasus di mana seorang remaja justru mengalami tekanan, pengusiran, bahkan pengambilan paksa barang pribadi oleh anggota keluarganya sendiri. Situasi ini tentu sangat mengkhawatirkan dan bisa meninggalkan trauma mendalam, apalagi jika terjadi pada usia rentan di bawah 18 tahun.

 

Seringkali, korban merasa tidak berdaya karena pelaku adalah orang terdekat, dan bahkan ada kekhawatiran jika anggota keluarga tersebut memiliki pengaruh atau berada di institusi penegak hukum. Namun, penting untuk dipahami bahwa hukum di Indonesia secara tegas melindungi hak-hak anak. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai dasar hukum perlindungan anak, hak milik pribadi, hingga implikasi kekerasan psikis dalam rumah tangga yang mungkin terjadi pada seorang remaja. Kami akan menguraikan langkah-langkah hukum yang dapat ditempuh dan lembaga-lembaga yang siap memberikan bantuan serta perlindungan.

 

Memahami Hak-Hak Anak dan Kewajiban Orang Tua/Wali

Di Indonesia, setiap individu yang belum berusia 18 tahun dikategorikan sebagai anak dan memiliki hak-hak dasar yang dijamin oleh undang-undang. Orang tua atau wali memiliki kewajiban mutlak untuk memenuhi hak-hak tersebut.

 

Dasar Hukum Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) menjadi payung hukum utama dalam hal ini.

 

Hak untuk Hidup, Tumbuh, dan Berkembang

Pasal 7 ayat (1) UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa "Setiap Anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi."  Ini menegaskan bahwa anak berhak atas lingkungan yang mendukung perkembangannya tanpa ancaman kekerasan.

 

Hak Mendapatkan Perlindungan dan Pertolongan 

Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Anak lebih lanjut menegaskan, "Setiap Anak berhak memperoleh perlindungan dan pertolongan."  Ini berarti anak berhak dibantu ketika dalam kesulitan.

 

Kewajiban Orang Tua/Wali 

Pasal 26 UU Perlindungan Anak secara jelas menyatakan bahwa "Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak." Implikasinya, tindakan pengusiran dari rumah atau penelantaran anak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap kewajiban orang tua dan bahkan dapat dikategorikan sebagai penelantaran anak atau kekerasan psikis dalam rumah tangga. Orang tua memiliki kewajiban moral dan hukum untuk menyediakan tempat tinggal dan perlindungan bagi anaknya hingga mencapai usia dewasa.

 

Pengambilan Paksa Barang Pribadi: Dugaan Tindak Pidana

Meskipun masih di bawah umur, seorang remaja memiliki hak atas kepemilikan pribadi. Barang yang dibeli dengan uang sendiri, sekalipun berasal dari pinjaman yang sudah lunas, adalah hak miliknya.  Pengambilan barang pribadi secara paksa oleh orang lain, termasuk anggota keluarga, tanpa izin dapat mengarah pada tindak pidana serius.

 

Potensi Tindak Pidana:

Pencurian (Pasal 362 KUHP): "Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah." Jika barang pribadi diambil tanpa izin, apalagi dengan cara yang sembunyi-sembunyi (misalnya, lewat jendela kamar), ini sangat kuat mengarah pada dugaan pencurian.

 

Penggelapan (Pasal 372 KUHP): Tindak pidana ini relevan jika barang tersebut sebelumnya ada dalam penguasaan pelaku secara sah (misalnya dipinjamkan), namun kemudian tidak dikembalikan dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Namun, dalam kasus pengambilan paksa atau tanpa sepengetahuan, dugaan pencurian lebih menonjol.

 

Penting untuk diingat bahwa meskipun pelaku adalah anggota keluarga, tindak pidana ini tetap dapat dilaporkan dan diproses secara hukum.

 

Tekanan Psikis dan Emosi: Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Psikis

Tekanan psikis, pengusiran, dan pengambilan paksa barang pribadi yang menimbulkan ketakutan atau penderitaan emosional pada seorang remaja dapat dikategorikan sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bentuk psikis.

 

Dasar Hukum KDRT Psikis

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) melindungi setiap individu dari kekerasan dalam lingkup rumah tangga.

 

Larangan Kekerasan Psikis 

Pasal 5 huruf b UU PKDRT menyatakan, "Setiap orang dilarang melakukan Kekerasan Psikis dalam Lingkup Rumah Tangga."

 

Definisi Kekerasan Psikis 

Pasal 7 UU PKDRT menjelaskan bahwa kekerasan psikis adalah "perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang."

 

Pengusiran dari rumah, tekanan emosi, serta pengambilan barang pribadi, dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikis yang dialami oleh anggota rumah tangga.  Ini adalah pelanggaran serius yang dapat diproses secara hukum.

 

Menghadapi Kekhawatiran Terhadap Anggota Keluarga yang Bekerja di Kepolisian

Rasa khawatir atau takut untuk melapor jika anggota keluarga yang terlibat bekerja di kepolisian adalah hal yang wajar. Namun, perlu diingat bahwa:

 

Keterikatan pada Hukum dan Kode Etik 

Setiap anggota kepolisian, apapun jabatannya, terikat pada hukum dan kode etik profesi yang berlaku.  Mereka tidak kebal hukum dan tidak boleh menyalahgunakan wewenang untuk menekan atau mengintimidasi warga, bahkan anggota keluarga sendiri.

 

Mekanisme Pengaduan Internal 

Jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang atau intimidasi dari anggota kepolisian, hal tersebut dapat dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.  Propam memiliki tugas untuk mengawasi dan menindak pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri.

 

Langkah-Langkah Hukum dan Perlindungan untuk Remaja Korban

Jika seorang remaja mengalami situasi seperti ini, ada beberapa langkah penting yang harus segera diambil untuk menjamin keselamatan dan memperjuangkan hak-haknya:

 

Prioritaskan Keselamatan dan Akses Tempat Tinggal Aman (Mendesak!)

Hubungi Lembaga Bantuan Hukum (LBH): LBH seringkali memprioritaskan kasus anak-anak dan dapat membantu mencari tempat tinggal sementara yang aman. LBH juga dapat menjamin kerahasiaan penuh dalam penanganan kasus.

 

Dinas Sosial (Dinsos) atau Unit PPA Kepolisian 

Dinas Sosial memiliki program perlindungan anak dan dapat membantu mencarikan tempat tinggal sementara yang aman. Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) di kepolisian juga memiliki jaringan dengan rumah aman atau tempat perlindungan.

 

KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) 

KPAI dapat memberikan advokasi, konsultasi, dan perlindungan bagi anak yang hak-haknya dilanggar.

 

Guru/Konselor Sekolah 

Beritahukan situasi kepada guru atau konselor di sekolah. Mereka mungkin dapat memberikan dukungan, saran, atau menghubungkan dengan sumber daya yang tepat.


Dapatkan Pendampingan Hukum Profesional (Privat dan Rahasia) 

Sangat disarankan untuk segera menggunakan jasa pendampingan hukum dari LBH atau Kantor Hukum. Pengacara akan memastikan kerahasiaan informasi yang diberikan.

Banyak LBH juga menyediakan bantuan hukum gratis (pro bono) bagi masyarakat yang tidak mampu, termasuk kasus perlindungan anak.

 

Kumpulkan Semua Bukti yang Ada

Bukti Kepemilikan Barang. Kuitansi pembelian, screenshot pembayaran, atau bukti lain yang menunjukkan barang pribadi tersebut adalah milik Anda.

Bukti Komunikasi. Jika ada chat atau rekaman suara yang berisi ancaman, pengusiran, atau tekanan.  (Perhatikan legalitas perekaman tanpa izin jika akan dijadikan bukti di pengadilan).

Saksi. Identifikasi teman, tetangga, atau kerabat lain yang mengetahui situasi di rumah atau saat barang diambil.

Identitas Pelaku. Nama lengkap dan jabatan anggota keluarga yang bersangkutan di kepolisian (jika relevan).

 

 

Langkah-Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh (Didampingi Pengacara)

 

Melaporkan Pengambilan Paksa Barang 

Ajukan laporan polisi ke Polres setempat atau Polda atas dugaan tindak pidana pencurian (atau penggelapan). Pengacara akan membantu menyusun laporan dan mendampingi selama proses pemeriksaan.

 

Melaporkan Kekerasan Psikis/Penelantaran Anak 

Laporkan dugaan kekerasan psikis dan penelantaran anak ke Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) di Polres atau Polda. Laporan ini dapat berujung pada mediasi atau proses hukum sesuai UU Perlindungan Anak atau UU PKDRT.

 

Melapor ke Propam Polri (Jika Ada Penyalahgunaan Wewenang) 

Jika anggota keluarga yang polisi terbukti menyalahgunakan jabatannya untuk menekan atau mengintimidasi, laporan dapat diajukan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

 

Permohonan Penetapan Wali (Jika Perlu) 

Jika lingkungan rumah tidak aman dan tidak ada harapan untuk kembali, pengacara dapat membantu mengajukan permohonan ke pengadilan untuk penetapan wali yang sah (misalnya, kerabat lain yang peduli atau negara melalui dinas sosial) agar ada tempat tinggal dan perlindungan hukum yang jelas.

 

Cari Bantuan, Jangan Takut!

Setiap anak dan remaja memiliki hak untuk dilindungi dan diperlakukan dengan adil. Jangan biarkan ketakutan atau tekanan menghalangi Anda untuk mencari bantuan. Hukum ada untuk melindungi, dan ada banyak pihak yang siap mendampingi secara rahasia dan membantu melewati masa sulit ini. Ingatlah, Anda tidak sendiri.

 

Butuh Bantuan Hukum dalam Kasus Perlindungan Anak atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga?

Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menghadapi situasi serupa, jangan ragu untuk mencari bantuan. LBH Mata Elang atau Kantor Hukum Mata Elang Law Firm & Partners siap memberikan analisis mendalam dan langkah-langkah hukum yang tepat untuk situasi Anda.