Pencurian dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHP): Pahami Hukuman dan Upaya Meringankannya

Konsultasi Hukum Terkait Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHP) by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang

Pencurian dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHP): Pahami Hukuman dan Upaya Meringankannya

Pencurian dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHP): Pahami Hukuman dan Upaya Meringankannya

 

 

Terjerat kasus pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)? Artikel ini membahas ancaman hukuman, potensi remisi, pembebasan bersyarat, dan langkah-langkah strategis untuk meringankan vonis. Ketahui hak dan upaya hukum Anda!

 

Tindak pidana pencurian merupakan salah satu kejahatan yang paling sering terjadi. Namun, ada perbedaan signifikan antara pencurian biasa dan pencurian dengan pemberatan. Bagi Anda yang sedang menghadapi kasus ini, baik sebagai pelaku maupun kerabat yang mendampingi, memahami seluk-beluk hukumnya menjadi sangat krusial. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur secara khusus mengenai pencurian dengan pemberatan, yang membawa konsekuensi hukum lebih serius dibandingkan pencurian biasa.

 

Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai jeratan hukum Pasal 363 KUHP, termasuk ancaman pidana, faktor-faktor pemberat, serta berbagai upaya yang dapat ditempuh untuk meringankan hukuman. Kami juga akan membahas mengenai remisi dan pembebasan bersyarat, yang seringkali menjadi harapan bagi mereka yang sedang menjalani proses hukum atau telah divonis.

 

Apa Itu Pencurian dengan Pemberatan?

Pencurian dengan pemberatan, atau yang sering disebut sebagai “curat”, adalah tindak pidana pencurian yang dilakukan dengan disertai keadaan-keadaan tertentu yang memperberat hukuman. Keadaan-keadaan ini bukan hanya mempengaruhi lamanya pidana, tetapi juga menunjukkan tingkat keseriusan kejahatan tersebut di mata hukum.

 

Berdasarkan Pasal 363 KUHP, ancaman pidana penjara paling lama untuk pencurian dengan pemberatan adalah 7 (tujuh) tahun. Angka ini menunjukkan bahwa pencurian dengan pemberatan memiliki konsekuensi yang jauh lebih berat dibandingkan pencurian biasa yang diatur dalam Pasal 362 KUHP.

 

Unsur-unsur Pemberatan dalam Pasal 363 KUHP

Kasus pencurian yang Anda hadapi atau ketahui dapat dikategorikan sebagai pencurian dengan pemberatan jika memenuhi salah satu atau beberapa unsur berikut:

  

Dilakukan pada Malam Hari. Jika pencurian terjadi pada waktu malam, di dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, tindakan ini secara eksplisit disebutkan sebagai unsur pemberatan. Malam hari dianggap sebagai waktu yang lebih rentan dan memudahkan pelaku untuk beraksi tanpa terdeteksi.

 

Dilakukan di Dalam Rumah/Pekarangan Tertutup. Mencuri di dalam rumah orang lain atau pekarangan yang tertutup juga merupakan faktor pemberat. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran privasi dan keamanan di dalam area pribadi korban.

 

Melibatkan Kerusakan atau Cara-cara Khusus. Salah satu unsur penting adalah ketika pencurian dilakukan dengan cara merusak, memanjat, atau menggunakan kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu untuk masuk ke tempat kejahatan atau untuk mencapai barang yang dicuri, atau untuk melarikan diri. Tindakan merusak fasilitas seperti CCTV, seperti yang disebutkan dalam kasus Anda, termasuk dalam kategori ini. Merusak CCTV diartikan sebagai upaya untuk menghilangkan jejak atau menghalangi proses hukum, yang memperberat sanksi pidana.

 

Dilakukan oleh Dua Orang atau Lebih (Bersekutu). Jika pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama, hal ini juga menjadi unsur pemberatan.

 

Adanya Keadaan Membahayakan Orang Lain. Dalam beberapa interpretasi, jika pencurian dilakukan dengan cara yang membahayakan nyawa atau keselamatan orang lain, dapat juga memperberat hukuman.

 

Hakim akan mempertimbangkan semua fakta yang terungkap di persidangan, termasuk nilai kerugian (misalnya, Rp 8 juta dalam kasus Anda), dampak pada korban, serta ada tidaknya itikad baik atau penyesalan dari pelaku.

 

Remisi dan Pembebasan Bersyarat: Peluang Keringanan Hukuman

Setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap, ada beberapa mekanisme dalam sistem pemasyarakatan yang memungkinkan narapidana untuk mendapatkan keringanan hukuman, yaitu remisi dan pembebasan bersyarat (PB).

 

Remisi (Pengurangan Masa Pidana)

Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana yang memenuhi syarat tertentu. Dasar hukum remisi diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan peraturan pelaksanaannya.

 

Ada dua jenis remisi utama:

  • Remisi Umum: Diberikan pada hari-hari besar nasional, seperti Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI).
  • Remisi Khusus: Diberikan pada hari besar keagamaan sesuai dengan agama yang dianut narapidana.

 

Syarat umum untuk mendapatkan remisi meliputi:

  • Berkelakuan baik selama menjalani pidana.
  • Telah menjalani masa pidana tertentu, misalnya minimal 6 bulan masa pidana.
  • Mengikuti program pembinaan dengan baik.

Untuk kasus pencurian biasa (bukan terorganisir atau transnasional), syaratnya cenderung lebih umum dibandingkan kasus-kasus khusus seperti korupsi, terorisme, atau narkotika yang memiliki syarat tambahan yang lebih ketat.

 

Pembebasan Bersyarat (PB)

Pembebasan Bersyarat (PB) adalah kesempatan bagi narapidana untuk kembali ke masyarakat sebelum masa pidananya berakhir, namun tetap di bawah pengawasan. PB juga diatur dalam UU Pemasyarakatan.

 

Syarat umum untuk mendapatkan PB antara lain:

  • Berkelakuan baik selama menjalani pidana.
  • Telah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.
  • Mengikuti program pembinaan dengan baik.
  • Ada jaminan dari keluarga atau pihak lain bahwa narapidana tidak akan mengulangi tindak pidana.  

PB adalah hak, namun pelaksanaannya sangat bergantung pada persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan).

 

Faktor-faktor yang Dapat Meringankan Hukuman di Persidangan

Selain remisi dan pembebasan bersyarat yang didapat setelah putusan berkekuatan hukum tetap, ada beberapa hal yang dapat diupayakan untuk meringankan hukuman sejak tahap penyidikan hingga persidangan:

 

Perdamaian dengan Korban (Restorative Justice). Ini adalah faktor yang sangat kuat untuk meringankan hukuman. Jika pelaku dan keluarganya bersedia mengganti kerugian korban (uang Rp 8 juta dan biaya perbaikan CCTV dalam kasus Anda), serta ada kesepakatan damai tertulis, hal ini akan menjadi pertimbangan utama bagi penyidik untuk mengupayakan Restorative Justice (penghentian perkara di luar pengadilan) atau bagi hakim untuk menjatuhkan putusan seringan-ringannya. Meskipun Pasal 363 KUHP bukan delik aduan, perdamaian menunjukkan itikad baik dan dapat menjadi alasan bagi penyidik untuk menghentikan penyidikan (SP3) jika memenuhi syarat Restorative Justice (misalnya, kerugian tidak terlalu besar, bukan residivis, ada pengembalian kerugian).

 

Pengembalian Kerugian Korban. Mengembalikan uang hasil curian dan mengganti biaya perbaikan CCTV akan sangat meringankan. Ini menunjukkan tanggung jawab dan penyesalan dari pelaku.

 

Pengakuan Jujur dan Penyesalan. Jika pelaku mengakui perbuatannya secara jujur, kooperatif selama pemeriksaan, dan menunjukkan penyesalan yang tulus, ini akan menjadi pertimbangan positif bagi penyidik dan hakim.

 

Tidak Adanya Residivis. Jika ini adalah tindak pidana pertama kali yang dilakukan (bukan residivis), maka ini akan menjadi faktor yang sangat meringankan.

 

Tanggungan Keluarga. Jika pelaku memiliki tanggungan keluarga (istri, anak, orang tua), hal ini dapat disampaikan sebagai faktor kemanusiaan yang dapat dipertimbangkan hakim.

 

Pendidikan dan Pekerjaan. Jika pelaku masih muda, memiliki potensi untuk memperbaiki diri, atau memiliki pekerjaan yang baik, hal ini dapat menjadi argumen untuk pembinaan, bukan pemidanaan yang berat.

 

Sikap Kooperatif dalam Proses Hukum. Menghadiri panggilan, memberikan keterangan dengan baik, dan tidak mempersulit proses penyidikan dan persidangan.

 

Rekomendasi Langkah-Langkah Hukum Terbaik

Untuk mengupayakan keringanan hukuman dan memastikan hak-hak pelaku terlindungi, langkah-langkah berikut perlu segera diambil:

 

Segera Dapatkan Pendampingan Hukum Profesional (Penting Sekali!). 

Pelaku berhak didampingi pengacara sejak awal pemeriksaan. Pengacara akan menjadi pendamping, memberikan nasihat hukum, memastikan hak-haknya terlindungi, dan menyusun strategi pembelaan.

 

Fokus pada Perdamaian dan Pengembalian Kerugian 

Ajak keluarga untuk segera berkomunikasi dengan korban dan menawarkan perdamaian. Usahakan untuk mengumpulkan dana agar kerugian korban (uang Rp 8 juta dan biaya perbaikan CCTV) dapat segera diganti. Ini adalah kunci untuk mengupayakan Restorative Justice atau setidaknya keringanan hukuman.

 

Kumpulkan Bukti Pendukung 

Bukti-bukti yang menunjukkan itikad baik pelaku (misalnya, jika dia langsung mengakui perbuatannya), bukti bahwa ini adalah pelanggaran pertama kali, dan bukti tanggungan keluarga.

 

Kasus pencurian dengan pemberatan memang serius, namun ada banyak upaya yang bisa dilakukan untuk meringankan hukuman. Perdamaian dengan korban dan pengembalian kerugian adalah faktor yang sangat signifikan.

 

 

Butuh Bantuan Hukum? Hubungi Kami Sekarang! 

Jika Anda atau kerabat Anda menghadapi kasus pidana, termasuk pencurian dengan pemberatan, jangan ragu untuk mencari bantuan hukum profesional. Tim LBH Mata Elang atau Kantor Hukum Mata Elang Law Firm & Partners siap memberikan pendampingan hukum yang Anda butuhkan.