Konsultasi Hukum Terkait Perjanjian Di WhatsApp Sebagai Alat Bukti by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang
Perjanjian di WhatsApp Sah Sebagai Bukti Hukum? Pahami Hak Anda dan Langkah-Langkah Menggugat Wanprestasi
Pelajari kekuatan hukum percakapan WhatsApp sebagai alat
bukti perjanjian. Artikel ini memberikan panduan lengkap dari LBH Mata Elang
mengenai cara menghadapi sengketa, mengirim somasi, hingga mengajukan gugatan
perdata atas dasar wanprestasi.
Pendahuluan
Di era digital saat ini, komunikasi melalui platform seperti
WhatsApp menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk
dalam urusan bisnis dan proyek. Banyak kesepakatan dan perjanjian penting
dilakukan melalui percakapan digital. Namun, apa yang terjadi jika salah satu
pihak mengingkari perjanjian tersebut, dengan alasan tidak ada kontrak
tertulis? Apakah percakapan di WhatsApp dapat dijadikan bukti yang sah di mata
hukum?
Artikel ini akan mengupas tuntas pertanyaan tersebut. Kami
akan membahas status hukum percakapan WhatsApp berdasarkan Undang-Undang yang
berlaku, serta memberikan panduan praktis dan langkah-langkah hukum yang dapat
Anda tempuh. Informasi ini didasarkan pada analisis dan rekomendasi dari
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang, yang secara khusus menangani kasus
sengketa proyek dengan bukti percakapan WhatsApp.
Dasar Hukum: Mengapa WhatsApp Bisa Jadi Bukti Sah?
Seringkali, seseorang menganggap perjanjian hanya sah jika
dibuat dalam bentuk tertulis di atas kertas dan ditandatangani. Namun, hukum di
Indonesia telah beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 5 ayat (1), dokumen
elektronik, termasuk percakapan melalui media sosial seperti WhatsApp, memiliki
kekuatan hukum yang sama dengan dokumen tertulis. Ini berarti, janji,
kesepakatan, dan perjanjian yang dilakukan melalui WhatsApp dapat dijadikan
landasan hukum dan alat bukti yang sah di pengadilan.
Selain itu, perlu dipahami bahwa dalam hukum perdata,
perjanjian tidak selalu harus dibuat secara tertulis. Berdasarkan Pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), ada empat syarat sahnya suatu
perjanjian:
- Adanya kesepakatan dari para pihak.
- Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian.
- Adanya suatu hal tertentu yang menjadi objek perjanjian.
- Sebab yang halal.
Argumentasi "tidak ada kontrak tertulis" yang sering digunakan untuk menghindari tanggung jawab adalah tidak sepenuhnya benar. Percakapan di WhatsApp dapat menjadi bukti kuat adanya kesepakatan dan detail proyek, sehingga perjanjian lisan tersebut secara hukum sah. Pihak yang memungkiri perjanjian dapat dikategorikan sebagai wanprestasi atau ingkar janji.
Studi Kasus: Tuntutan Pengembalian Dana Proyek
Dalam kasus yang dikonsultasikan, teman suami Anda menuntut
seluruh dana proyek dikembalikan, padahal proyek sudah berjalan dan diarahkan
olehnya. Tuntutan ini jelas tidak berdasar. Percakapan WhatsApp yang Anda
miliki dapat membuktikan bahwa dana telah digunakan sesuai arahan yang
disepakati. Ini menunjukkan bahwa Anda memiliki bukti kuat untuk membantah
tuntutannya.
Langkah-Langkah Hukum yang Harus Anda Tempuh
Jika Anda menghadapi situasi serupa, LBH Mata Elang
merekomendasikan beberapa langkah hukum yang harus segera Anda lakukan.
1. Simpan dan Amankan Bukti Digital
Ini adalah langkah paling krusial. Alat bukti digital sangat
rentan hilang, baik karena terhapus maupun masalah teknis lainnya.
Tangkapan Layar (Screenshot) atau Cetak
Segera lakukan
tangkapan layar atau cetak semua percakapan WhatsApp yang memuat janji, arahan
proyek, atau transaksi keuangan.
Simpan Bukti Lain
Simpan semua bukti-bukti transfer dana
dan dokumen terkait proyek yang Anda miliki.
2. Kirimkan Somasi (Surat Teguran)
Somasi adalah peringatan hukum resmi yang menunjukkan itikad
baik Anda untuk menyelesaikan masalah di luar pengadilan.
Tujuan
Memberikan kesempatan kepada pihak lawan untuk
memenuhi kewajibannya sebelum ditempuh jalur hukum yang lebih serius.
Isi Somasi
Surat somasi harus berisi tuntutan agar pihak lawan mengakui perjanjian dan tidak mengganggu jalannya proyek. Sertakan juga peringatan bahwa jika somasi tidak diindahkan, Anda akan menempuh jalur hukum.
Bantuan Profesional
Sangat disarankan untuk meminta bantuan
pengacara dalam menyusun somasi agar isinya kuat dan sesuai dengan kaidah
hukum.
3. Ajukan Gugatan ke Pengadilan
Jika somasi tidak mendapatkan tanggapan atau pihak lawan
tetap tidak kooperatif, langkah selanjutnya adalah mengajukan gugatan perdata
ke pengadilan.
Dasar Gugatan
Gugatan ini diajukan atas dasar wanprestasi
(ingkar janji).
Alat Bukti
Percakapan WhatsApp yang telah Anda simpan akan
menjadi alat bukti utama dalam persidangan.
Tujuan
Menyelesaikan sengketa secara hukum dan menuntut hak
Anda.
4. Dapatkan Pendampingan Hukum Profesional
Menjalani proses hukum tanpa pemahaman yang memadai dapat
menimbulkan risiko. Oleh karena itu, penting untuk mendapatkan pendampingan
dari pengacara atau lembaga bantuan hukum.
Manfaat
Pendampingan profesional akan memastikan semua
langkah hukum Anda dilakukan dengan benar dan efektif.
Layanan
LBH Mata Elang, misalnya, siap membantu Anda mulai
dari pengumpulan bukti, pembuatan somasi, hingga pendampingan di pengadilan.
Kesimpulan
Perjanjian yang dibuat melalui percakapan WhatsApp memiliki
kekuatan hukum yang sah. Argumentasi mengenai "tidak ada kontrak
tertulis" tidak dapat membatalkan perjanjian yang telah disepakati. Jika
Anda menghadapi sengketa serupa, amankan bukti digital, kirimkan somasi, dan
jangan ragu untuk menempuh jalur hukum dengan gugatan perdata. Pendampingan
hukum profesional sangat disarankan untuk memastikan hak-hak Anda terlindungi.
Apakah Anda sedang mengalami perselisihan hukum terkait perjanjian di WhatsApp? LBH Mata Elang siap membantu Anda. Kami menyediakan layanan konsultasi, penyusunan somasi, hingga pendampingan di pengadilan. Jangan biarkan hak Anda dirampas.