
Pahami Risiko Takeover Mobil Kredit di Bawah Tangan : Studi Kasus Penggelapan Unit Mobil
Belakangan ini, praktik takeover (alih kredit) mobil di
bawah tangan menjadi pilihan bagi sebagian orang yang membutuhkan dana cepat
atau kesulitan melanjutkan cicilan. Namun, tahukah Anda bahwa praktik ini
memiliki risiko hukum yang sangat besar? Mari kita telaah lebih lanjut melalui
studi kasus nyata yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang.
Niat Baik Berujung Petaka
Seorang warga berinisial Bapak X memiliki unit mobil yang masih
dalam status kredit dan angsurannya baru berjalan lima bulan. Karena terdesak
kebutuhan modal usaha, masalah keluarga, dan krisis ekonomi, Bapak X berniat
melakukan takeover mobilnya. Sebelum itu, ia sudah bertanya kepada pihak
leasing (perusahaan pembiayaan) mengenai takeover resmi atau pengembalian mobil
dengan kompensasi. Namun, pihak leasing menyatakan tidak ada opsi tersebut.
Terpaksa, Bapak X melakukan takeover mobilnya kepada orang lain yang ia percayai. Ironisnya, orang yang dipercayai ini ternyata adalah "mafia" yang telah banyak menggelapkan mobil orang lain.
Setelah beberapa kali mencoba mendatangi rumah orang tersebut untuk meminta unit mobilnya dikembalikan, bahkan dengan tawaran mengembalikan uang yang telah diterima, orang tersebut tidak mau memperlihatkan mobilnya. Berdasarkan keterangan tetangga, mobil Bapak X diduga sudah dijual kembali oleh pelaku.
Analisis Hukum : Mengapa Takeover di Bawah Tangan Berisiko ?
LBH Mata Elang mengidentifikasi beberapa aspek hukum penting
dalam kasus ini :
Status Hukum Mobil dan Perjanjian Takeover di Bawah Tangan
Secara hukum, meskipun Bapak X telah menyerahkan mobil
kepada pihak ketiga, ia masih terikat kontrak kredit dengan pihak leasing.
Artinya, kepemilikan mobil masih terdaftar atas nama Bapak X atau pihak leasing
(sesuai perjanjian fidusia). Takeover di bawah tangan (tanpa persetujuan resmi
leasing) memiliki risiko tinggi karena perjanjian antara Bapak X dan pihak
ketiga tersebut tidak mengikat leasing. Namun, perjanjian antara Bapak X dan pihak
ketiga itu sendiri tetap sah secara perdata dan mengikat para pihak yang
menyepakatinya.
Dugaan Tindak Pidana Penggelapan
Tindakan orang yang menerima takeover mobil dari Bapak X,
namun kemudian menjual mobil tersebut tanpa sepengetahuan dan persetujuan Bapak
X, serta tidak mengembalikannya, sangat kuat mengarah pada dugaan tindak pidana
Penggelapan. Tindak pidana penggelapan diatur dalam Pasal 372 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam kasus ini, mobil Bapak X (yang secara
hukum masih menjadi tanggung jawab Bapak X terhadap leasing) berada dalam
penguasaan pelaku, dan ia dengan sengaja menjualnya tanpa hak.
Hak dan Kewajiban Korban
Bapak X berhak untuk menuntut pertanggungjawaban pidana dan
perdata dari orang yang telah menggelapkan mobilnya. Namun, Bapak X juga tetap
memiliki kewajiban kepada pihak leasing terkait angsuran mobil.
Rekomendasi Langkah Hukum : Apa yang Harus Dilakukan Jika Terjadi Penggelapan ?
LBH Mata Elang merekomendasikan langkah-langkah berikut
untuk Bapak X dan sebagai edukasi bagi masyarakat :
- Ini adalah langkah paling penting dan mendesak. Laporkan dugaan tindak pidana penggelapan ke kantor kepolisian terdekat atau kantor polisi di wilayah tempat perjanjian takeover dilakukan atau di mana mobil terakhir diketahui keberadaannya.
- Serahkan semua bukti yang relevan kepada penyidik. Ini meliputi salinan perjanjian takeover (jika ada), identitas lengkap pelaku, bukti pembayaran atau penerimaan uang dari takeover, bukti komunikasi dengan pelaku, keterangan dari tetangga yang menyatakan mobil sudah dijual dan pelaku adalah "mafia" penggelapan mobil, serta dokumen kepemilikan mobil (BPKB, STNK) dan perjanjian kredit dengan leasing.
- Informasikan kepada pihak leasing mengenai kejadian penggelapan ini. Meskipun takeover dilakukan di bawah tangan, leasing memiliki kepentingan dan mungkin dapat membantu proses pelacakan unit mobil. Laporkan Nomor Polisi atau Nomor Rangka/Mesin mobil Anda.
- Setelah laporan polisi diterima dan penyelidikan dimulai, Anda harus siap untuk dimintai keterangan lebih lanjut oleh penyidik. Proses hukum mungkin memerlukan waktu.
Pentingnya Pendampingan Hukum
Situasi seperti ini bisa sangat membebani dan kompleks. LBH
Mata Elang menyatakan siap untuk menjadi kuasa hukum dan mendampingi Bapak X
dalam seluruh proses hukum ini, mulai dari menganalisis bukti, menyusun laporan
pidana, mendampingi selama penyelidikan di kepolisian, hingga berkoordinasi
dengan pihak leasing. Mereka berkomitmen untuk memberikan pendampingan
profesional demi memastikan keadilan ditegakkan dan hak-hak korban terlindungi.
Kesimpulan
Kasus penggelapan unit mobil kredit ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Hindari takeover mobil kredit di bawah tangan tanpa persetujuan resmi dari pihak leasing, karena risikonya sangat tinggi. Jika terpaksa melakukan praktik ini, pastikan Anda memiliki bukti yang kuat dan kenali dengan baik pihak yang Anda ajak bertransaksi. Jika terlanjur menjadi korban penggelapan, segera laporkan ke polisi dan kumpulkan semua bukti yang ada. Jangan ragu untuk mencari pendampingan hukum dari ahli untuk membantu Anda dalam proses penyelesaian masalah.
Konsultasi Hukum Online - Perkara Dugaan Penggelapan Unit Mobil Kredit by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang