Di-PHK Sepihak Tanpa SP dan Pesangon? Kenali Hak-Hak Anda dan Lawan!

Konsultasi Hukum Perkara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang

Di-PHK Sepihak Tanpa SP dan Pesangon? Kenali Hak-Hak Anda dan Lawan!

Di-PHK Sepihak Tanpa SP dan Pesangon? Kenali Hak-Hak Anda dan Lawan!

 


Di-PHK tanpa surat peringatan dan pesangon? Jangan panik! Artikel ini akan membongkar hak-hak pekerja yang di-PHK sepihak, prosedur hukum yang harus ditempuh, serta tips efektif untuk memperjuangkan keadilan Anda. Pelajari cara melawan PHK yang tidak sah dan mendapatkan hak-hak Anda sesuai undang-undang ketenagakerjaan.


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah momen yang sulit dan seringkali menimbulkan kecemasan bagi banyak pekerja. Apalagi jika PHK tersebut dilakukan secara tiba-tiba, tanpa surat peringatan, dan tanpa kejelasan mengenai hak-hak seperti pesangon. Kondisi ini seringkali membuat pekerja merasa bingung, terintimidasi, dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun, Anda tidak sendirian. Hukum ketenagakerjaan di Indonesia hadir untuk melindungi hak-hak pekerja. Artikel ini akan membahas secara tuntas mengenai PHK sepihak, hak-hak yang wajib Anda dapatkan, serta langkah-langkah hukum yang bisa Anda tempuh untuk memperjuangkan keadilan.

 

Kisah Nyata: PHK Sepihak Driver Bus Sekolah di Perkebunan Kelapa Sawit

Bayangkan seorang karyawan bernama Bapak X, seorang driver bus sekolah di perkebunan kelapa sawit PT. W. Beliau telah mengabdi sebagai karyawan tetap golongan 2B selama 20 tahun, sejak 2005 hingga Juni 2025. Tiba-tiba, pada 1 Juli 2025, beliau di-PHK tanpa surat peringatan (SP 1, SP 2, atau SP 3) sama sekali. Alasan yang disebutkan untuk PHK tersebut pun terbilang sepele: hanya karena tidak mencatat kilometer (km) kendaraan yang dikemudikan. Lebih parahnya lagi, hingga saat ini (30 Juli 2025), uang pesangon Bapak X belum ada kejelasan dari pihak perusahaan.


Kisah Bapak X ini bukanlah satu-satunya. Banyak pekerja lain mungkin mengalami situasi serupa. Apakah PHK seperti ini sah menurut hukum? Tentu saja tidak. Mari kita bedah lebih lanjut mengenai prosedur PHK yang benar dan hak-hak yang seharusnya diterima pekerja.

 

Memahami Prosedur PHK yang Sesuai Aturan: Tidak Bisa Semena-mena!

PHK tidak bisa dilakukan sembarangan oleh perusahaan. Ada prosedur dan alasan-alasan yang sah yang diatur dalam undang-undang. Di Indonesia, dasar hukum utama yang mengatur hal ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) yang mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).

 

1. Pentingnya Musyawarah dan Alasan yang Jelas

Meskipun undang-undang tidak secara eksplisit menyebutkan harus ada surat peringatan (SP) berjenjang (SP 1, SP 2, SP 3) untuk semua jenis PHK, namun prosedur PHK wajib melalui tahapan musyawarah.  Artinya, perusahaan tidak bisa langsung memecat karyawan begitu saja. Perusahaan harus memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

 

2. Kesalahan Ringan dan Surat Peringatan (SP)

Kasus Bapak X, yang di-PHK hanya karena "tidak mencatat km kendaraan," adalah contoh dugaan pelanggaran prosedur.  Kesalahan seperti ini umumnya dikategorikan sebagai pelanggaran ringan. Untuk jenis pelanggaran ini, perusahaan seharusnya memberikan Surat Peringatan (SP) secara bertahap (SP 1, SP 2, SP 3) sebelum dapat melakukan PHK. Aturan mengenai SP ini biasanya tertuang dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Jika PHK langsung dilakukan tanpa SP untuk kesalahan yang tidak tergolong berat, patut diduga PHK tersebut melanggar prosedur yang benar.


3. Upaya Pencegahan PHK (Bipartit)

Sebelum PHK terjadi, pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan Pemerintah, dengan segala upaya harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.  Ini berarti ada proses yang dikenal sebagai Bipartit. Bipartit adalah perundingan antara pekerja dan pengusaha untuk mencari solusi terbaik agar PHK dapat dihindari atau setidaknya disepakati secara adil. Jika perundingan Bipartit tidak mencapai kesepakatan, barulah salah satu pihak dapat mengajukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.


Hak-Hak Pekerja yang Di-PHK: Apa Saja yang Wajib Anda Dapatkan?

Salah satu kekhawatiran terbesar bagi pekerja yang di-PHK adalah mengenai hak-hak finansial, terutama pesangon. Jika Anda adalah karyawan tetap dengan masa kerja yang panjang seperti Bapak X (20 tahun), Anda berhak atas sejumlah kompensasi yang diatur oleh undang-undang.

 

1. Uang Pesangon (UP)

Uang Pesangon (UP) adalah hak yang wajib diterima pekerja yang di-PHK, kecuali dalam kondisi tertentu yang dikecualikan oleh undang-undang. Untuk Bapak X dengan masa kerja 20 tahun, sesuai Pasal 156 ayat (2) huruf j UU Ketenagakerjaan (sebagaimana diubah oleh UU Cipta Kerja), beliau berhak atas uang pesangon sebesar 9 bulan upah.

 

2. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)

Selain uang pesangon, pekerja dengan masa kerja tertentu juga berhak atas Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK). Untuk Bapak X yang telah bekerja selama 20 tahun, sesuai Pasal 156 ayat (3) huruf g UU Ketenagakerjaan (sebagaimana diubah oleh UU Cipta Kerja), beliau berhak atas UPMK sebesar 10 bulan upah.

 

3. Uang Penggantian Hak (UPH)

Uang Penggantian Hak (UPH) juga merupakan komponen yang harus dibayarkan kepada pekerja yang di-PHK. Sesuai Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan (sebagaimana diubah oleh UU Cipta Kerja), UPH meliputi:

  • Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
  • Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja.
  • Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Ketiadaan kejelasan mengenai pembayaran hak-hak tersebut, apalagi sudah satu bulan, jelas merupakan pelanggaran hak pekerja.

 

Langkah Hukum yang Dapat Anda Tempuh untuk Memperjuangkan Hak

 

Jika Anda mengalami PHK sepihak tanpa kejelasan hak-hak, jangan menyerah! Ada langkah-langkah hukum yang bisa Anda ambil. Sangat disarankan untuk mencari pendampingan hukum dari seorang pengacara atau lembaga bantuan hukum (LBH) seperti LBH Mata Elang.

 

1. Mengajukan Perundingan Bipartit Secara Tertulis

Ini adalah langkah awal yang sangat penting. Anda harus mengirimkan surat resmi kepada perusahaan (dengan tembusan ke HRD dan Direktur Utama) yang berisi keberatan atas PHK tanpa prosedur dan tuntutan pembayaran hak-hak Anda (pesangon, UPMK, UPH) sesuai peraturan. Sebutkan secara jelas besaran hak yang Anda tuntut berdasarkan perhitungan upah terakhir Anda. Surat ini akan menjadi bukti awal dimulainya proses penyelesaian perselisihan.

Tujuan: Meminta pertanggungjawaban perusahaan dan menuntut pembayaran hak-hak Anda.

Dasar Hukum: Pasal 151 UU Ketenagakerjaan dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

 

2. Mempersiapkan Bukti-bukti Pendukung 

Dokumen-dokumen ini akan sangat krusial dalam mendukung klaim Anda. Kumpulkan semua yang relevan, seperti:

  • Surat Perjanjian Kerja/SK Pengangkatan Karyawan Tetap.
  • Slip Gaji terakhir atau bukti penerimaan upah.
  • Kartu identitas karyawan.
  • Bukti komunikasi terkait PHK (jika ada), seperti chat atau rekaman suara.
  • Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama (jika Anda memilikinya), untuk mengetahui prosedur SP dan PHK yang seharusnya.

 

3. Melaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan Setempat (Mediasi)

Jika perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan dalam waktu 30 hari kerja sejak surat permohonan bipartit diajukan, Anda dapat melaporkan perselisihan ini ke Dinas Ketenagakerjaan setempat (wilayah PT. W beroperasi, atau tempat perusahaan Anda beroperasi).  Dinas Ketenagakerjaan akan memanggil kedua belah pihak untuk proses Mediasi. Mediator akan berupaya mendamaikan atau memberikan anjuran penyelesaian.

Tujuan: Mencapai kesepakatan melalui mediasi di bawah fasilitasi pemerintah.

Dasar Hukum: Pasal 4 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang PPHI.

 

4. Menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)

Apabila mediasi di Dinas Ketenagakerjaan tidak mencapai kesepakatan atau anjuran mediator tidak dijalankan oleh perusahaan, Anda dapat melanjutkan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang berada di lingkungan Pengadilan Negeri setempat. Dalam gugatan ini, Anda dapat menuntut pembatalan PHK, karena PHK tanpa alasan yang cukup dan prosedur yang sah, atau menuntut pembayaran seluruh hak-hak yang belum dibayarkan.

Tujuan: Memperoleh putusan hukum yang mengikat untuk pembatalan PHK atau pembayaran hak-hak.

Dasar Hukum: Pasal 56 dan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang PPHI.

 

Saran Tambahan untuk Memperkuat Posisi Anda

Jangan Menandatangani Dokumen Apapun Sembarangan: Jangan pernah menandatangani surat apapun yang diajukan oleh perusahaan sebelum Anda memahami sepenuhnya isinya dan tanpa konsultasi dengan pihak yang berwenang (misalnya, pengacara atau LBH).

Dokumentasikan Setiap Komunikasi 

Catat dan dokumentasikan setiap komunikasi dan pertemuan dengan pihak perusahaan, baik itu melalui pesan teks, email, surat, atau notulen rapat.


Cari Tahu Keberadaan Serikat Pekerja 

Pertimbangkan untuk mencari tahu apakah ada serikat pekerja di perusahaan Anda. Serikat pekerja dapat memberikan dukungan, informasi, atau bahkan advokasi dalam kasus Anda.

 

Jangan Takut Memperjuangkan Hak Anda!

Meskipun menghadapi PHK bisa sangat menekan, penting untuk diingat bahwa Anda memiliki hak yang dilindungi oleh hukum. Jangan ragu untuk memperjuangkan keadilan dan menuntut hak-hak yang seharusnya Anda terima. Kasus seperti Bapak X menunjukkan bahwa PHK sepihak tanpa prosedur yang jelas dan tanpa pembayaran pesangon adalah bentuk pelanggaran hukum yang bisa diperkarakan.

 

Jika Anda mengalami situasi PHK yang tidak adil atau memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai hak-hak ketenagakerjaan Anda, jangan ragu untuk mencari bantuan hukum. LBH Mata Elang siap memberikan pendampingan dan konsultasi hukum untuk membantu Anda menganalisis perkara lebih mendalam, menghitung hak-hak yang harus Anda terima, dan menyusun langkah-langkah hukum selanjutnya.


Hubungi kami untuk konsultasi awal gratis dan pelajari bagaimana kami dapat membantu Anda memperjuangkan hak-hak Anda. Kunjungi halaman bantuan hukum kami di https://www.mataelang.org/p/bantuan-hukum.html atau hubungi kami melalui kontak yang tersedia di website.  Kami memiliki pengalaman dalam mendampingi klien yang mengalami PHK sepihak dan berhasil memperjuangkan hak-hak mereka. Anda bisa membaca artikel perjalanan penanganan perkaranya di https://www.mataelang.org/2025/06/lbh-mata-elang-kembali-cetak-sejarah.html.