Konsultasi Hukum Terkait Dugaan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang

Laporan Kekerasan Anak Dihentikan Sepihak? Pahami Hak Anda & Lanjutkan Perjuangan Hukum!
Laporan kekerasan anak dihentikan dengan surat perdamaian
sepihak? Jangan panik! Pelajari hak-hak Anda sebagai pelapor dan korban, serta
langkah-langkah hukum yang bisa ditempuh untuk memastikan keadilan bagi anak.
Temukan cara melanjutkan proses hukum dan melindungi kepentingan terbaik anak.
Kekerasan terhadap anak adalah kejahatan serius yang tidak
boleh dibiarkan tanpa penindakan. Sebagai orang tua atau pihak yang peduli
terhadap anak, melaporkan tindakan kekerasan adalah langkah berani untuk
mencari keadilan. Namun, apa jadinya jika laporan tersebut, yang seharusnya
diproses sesuai hukum, tiba-tiba terhambat oleh adanya "surat
perdamaian" yang ditandatangani tanpa sepengetahuan Anda? Ini adalah
situasi yang sangat meresahkan, dan sayangnya, tidak jarang terjadi. Artikel
ini akan membahas secara mendalam mengenai kasus-kasus seperti ini, menjelaskan
hak-hak Anda sebagai pelapor dan hak-hak korban anak, serta memberikan panduan
langkah demi langkah untuk melanjutkan perjuangan hukum.
Kisah Nyata: Laporan Kekerasan Anak yang Dihentikan Sepihak
Mari kita lihat sebuah kasus nyata yang terjadi baru-baru
ini. Pada tanggal 17 Maret 2025, seorang ibu dengan inisial L melaporkan dugaan
tindak pidana kekerasan terhadap anak ke Polres Jakarta Utara. Laporan ini
tercatat dengan Nomor: LP/B/514/III/2025/SPKT/POLRES METRO JAKUT/POLDA METRO
JAYA. Korban, yang kemudian diketahui telah divisum dengan bukti visum di
Polres Jakarta Utara , mengalami luka memar dan lecet akibat kekerasan.
Setelah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) korban dilakukan pada 21 Maret 2025 , penyidik justru menyarankan upaya perdamaian di tingkat Rukun Warga (RW). Ibu L merasa kecewa karena pihak RW justru terkesan membela pelaku dengan alasan kemiskinan. Yang mengejutkan, Ibu L sebagai pelapor tidak pernah menandatangani surat perdamaian atau surat pencabutan laporan. Ia baru mengetahui bahwa surat perdamaian tersebut ditandatangani oleh suaminya.
Kasus ini menggambarkan betapa pentingnya pemahaman hukum
agar hak-hak korban anak dan pelapor tidak terabaikan. Apakah surat perdamaian yang
ditandatangani pihak lain bisa menghentikan proses hukum pidana? Mari kita ulas
tuntas.
Memahami Sifat Delik Kekerasan Terhadap Anak: Delik Biasa, Bukan Aduan!
Salah satu poin krusial dalam kasus kekerasan terhadap anak adalah memahami sifat deliknya. Tindak pidana kekerasan terhadap anak, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, umumnya merupakan delik biasa.
Apa itu Delik Biasa?
Delik biasa adalah jenis tindak pidana di mana proses
hukumnya, mulai dari penyelidikan hingga penuntutan, dapat dan harus terus
berjalan meskipun tanpa adanya aduan dari korban atau pelapor. Artinya, begitu
laporan kekerasan terhadap anak masuk ke pihak kepolisian dan ditemukan bukti
awal, aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti kasus tersebut. Berbeda dengan
delik aduan (misalnya pencemaran nama baik, perzinahan), di mana proses hukum
hanya bisa dimulai jika ada aduan dari korban dan bisa dihentikan jika aduan
tersebut dicabut.
Dalam kasus kekerasan anak, meskipun ada upaya perdamaian, proses hukum tetap dapat dilanjutkan tanpa persetujuan pelapor atau korban. Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak mengatur sanksi pidana yang berat bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Ini menunjukkan keseriusan negara dalam melindungi anak-anak.
Mengapa Surat Perdamaian Sepihak Tidak Sah Menghentikan Kasus Kekerasan Anak?
Dalam kasus Ibu L, surat perdamaian yang ditandatangani oleh
suami tanpa sepengetahuan pelapor menjadi titik masalah. Mari kita bedah
kekuatan hukum surat perdamaian semacam itu.
1. Perdamaian di Luar Proses Hukum Formal Tidak Otomatis Menghentikan Penyidikan
Perdamaian yang dilakukan di luar proses hukum formal, seperti di tingkat RW atau lingkungan, tidak secara otomatis menghentikan proses penyidikan atau penuntutan dalam kasus tindak pidana, terutama delik biasa. Kepolisian memiliki kewajiban untuk melanjutkan proses hukum berdasarkan fakta dan bukti yang ada.
2. Kapasitas Hukum Penandatangan Surat Perdamaian
Penting untuk mempertanyakan: apakah suami Ibu L memiliki kapasitas hukum untuk mewakili pelapor (Ibu L) atau korban (anak) dalam konteks perdamaian ini? Kecuali ada kuasa khusus atau putusan pengadilan yang menunjuk, suami tidak secara otomatis dapat mewakili untuk menghentikan proses hukum yang sudah berjalan. Pencabutan laporan atau penghentian kasus harus dilakukan oleh pelapor yang sah atau melalui jalur hukum yang benar.
3. Pertimbangan Perdamaian dalam Sistem Peradilan Pidana
Perdamaian dalam sistem peradilan pidana (terutama delik biasa) biasanya hanya menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Atau, bisa menjadi dasar untuk penghentian penyidikan melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice), namun ini pun harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan disetujui oleh atasan penyidik. Hal ini tidak berlaku otomatis hanya dengan adanya tanda tangan pihak lain tanpa sepengetahuan pelapor. Proses penghentian penyidikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan/SP3) harus berdasarkan alasan yang sah secara hukum, bukan hanya karena adanya "perdamaian" yang belum tentu mengikat pelapor atau korban secara sah.
4. Peran Visum Et Repertum (VER)
Adanya bukti visum di Polres Jakarta Utara adalah bukti penting yang menguatkan dugaan tindak pidana kekerasan.
Visum merupakan alat bukti yang sah dan tidak dapat ditarik
kembali secara sepihak. Keberadaan visum ini semakin memperkuat dasar bagi
penegak hukum untuk melanjutkan proses penyidikan.
5. Prioritas Kepentingan Terbaik Anak
Dalam setiap perkara yang melibatkan anak, kepentingan terbaik anak harus menjadi prioritas utama. Proses penyelesaian di luar pengadilan (diversi atau keadilan restoratif) dapat dilakukan, namun harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan tidak boleh merugikan kepentingan anak. Pelapor berhak mengetahui perkembangan kasus dan setiap tindakan yang diambil oleh penyidik. Jika ada tindakan yang dilakukan tanpa persetujuan atau pengetahuan pelapor (seperti penandatanganan perdamaian oleh pihak lain), hal tersebut dapat dipertanyakan legalitasnya.
Langkah-Langkah Hukum yang Dapat Anda Tempuh untuk Memperjuangkan Keadilan
Jika Anda menghadapi situasi serupa, jangan berdiam diri.
Ada beberapa langkah hukum yang bisa Anda tempuh untuk melanjutkan perjuangan
dan memastikan keadilan bagi korban anak. Sangat disarankan untuk mendapatkan
pendampingan hukum profesional dalam setiap langkah ini.
1. Meminta Penjelasan Resmi kepada Penyidik
Tujuan
Memperoleh informasi yang jelas dan resmi mengenai status laporan polisi, keberadaan surat perdamaian yang ditandatangani suami, dan alasan penyidik merekomendasikan perdamaian di tingkat RW.
Langkah
Datang langsung ke Polres Jakarta Utara dan temui penyidik yang menangani kasus tersebut. Minta salinan dokumen perdamaian yang dimaksud. Sampaikan secara tegas bahwa Anda tidak pernah menandatangani atau menyetujui perdamaian tersebut.
Dasar Hukum
Hak pelapor untuk mendapatkan informasi perkembangan kasus sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
2. Menyatakan Penolakan Terhadap Surat Perdamaian (Jika Ada)
Tujuan
Menegaskan bahwa perdamaian tersebut tidak sah dan
tidak mengikat Anda sebagai pelapor, sehingga proses hukum harus dilanjutkan.
Langkah
Ajukan surat keberatan resmi kepada Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jakarta Utara dan tembusan ke penyidik. Nyatakan bahwa Anda tidak pernah menandatangani atau menyetujui surat perdamaian, dan meminta agar proses penyidikan dilanjutkan. Lampirkan salinan Laporan Polisi (LP) Anda.
Dasar Hukum
Hak pelapor untuk tidak mencabut laporannya,
dan bahwa delik biasa tidak dapat dihentikan hanya dengan perdamaian sepihak
tanpa syarat yang sah.
3. Mengajukan Permohonan Perlindungan Hukum
Tujuan
Memastikan bahwa hak-hak pelapor dan korban anak
terlindungi selama proses hukum.
Langkah
Jika ada indikasi tekanan, keberpihakan, atau
ancaman, Anda dapat mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK) atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
terutama mengingat korban adalah anak-anak.
Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban, serta Undang-Undang Perlindungan Anak.
4. Melaporkan Dugaan Pelanggaran Kode Etik/Profesional (Jika Perlu)
Tujuan
Jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang atau
keberpihakan penyidik dalam menangani kasus, Anda memiliki hak untuk
melaporkannya.
Langkah
Ajukan laporan ke Propam (Profesi dan Pengamanan)
Polri di tingkat Polda Metro Jaya atau Mabes Polri.
Dasar Hukum
Peraturan Kapolri tentang Kode Etik Profesi
Polri.
5. Mendapatkan Pendampingan Hukum Profesional
Ini adalah langkah yang paling disarankan. Seorang pengacara atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dapat memberikan bantuan krusial dalam kasus Anda. Mereka dapat:
- Mendampingi Anda dalam setiap komunikasi dengan penyidik.
- Memastikan prosedur hukum berjalan sesuai ketentuan.
- Meninjau semua dokumen, termasuk surat perdamaian yang ditandatangani suami Anda.
- Menyusun surat-surat resmi (keberatan, permohonan, dll.).
- Memastikan hak-hak Anda dan korban anak terpenuhi.
Saran Penting Lainnya
Jangan Menandatangani Dokumen Apapun Tanpa Pendampingan:
Jangan memberikan keterangan atau menandatangani dokumen apapun yang tidak Anda
pahami sepenuhnya tanpa didampingi penasihat hukum.
Dokumentasikan Semua Komunikasi
Dokumentasikan setiap
pertemuan atau komunikasi dengan pihak kepolisian atau pihak terkait lainnya.
Simpan Salinan Dokumen
Pertahankan salinan semua dokumen
yang berkaitan dengan kasus ini, termasuk Surat Tanda Penerimaan Laporan dan
bukti visum (jika Anda memiliki salinannya).
Klarifikasi Hubungan dengan Korban
Penting untuk
mengklarifikasi apakah "korban seorang wanita yang tidak dikenal di
TKP" adalah anak Anda atau anak yang berada di bawah
pengasuhan/perlindungan Anda, mengingat laporan Anda terkait Undang-Undang
Perlindungan Anak.
Perjuangkan Keadilan untuk Anak!
Kasus kekerasan terhadap anak adalah isu yang sangat
sensitif dan membutuhkan penanganan serius. Ketika proses hukum terhambat oleh
upaya perdamaian yang tidak sah atau intervensi pihak lain, penting bagi Anda
untuk memahami hak-hak Anda dan berani melangkah maju. Ingatlah bahwa
undang-undang ada untuk melindungi kepentingan terbaik anak. Jangan biarkan
upaya oknum menghalangi tegaknya keadilan.
Jika Anda atau orang terdekat mengalami situasi serupa
terkait dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang penanganannya terasa
janggal, jangan ragu untuk mencari pendampingan hukum. LBH Mata Elang siap
memberikan konsultasi dan pendampingan profesional untuk membantu Anda memahami
hak-hak hukum Anda dan memastikan proses hukum berjalan sebagaimana mestinya.
Hubungi kami segera untuk konsultasi awal gratis. Kunjungi situs web kami di www.mataelang.org atau melalui halaman pengajuan bantuan hukum di https://www.mataelang.org/p/bantuan-hukum.html untuk mendapatkan panduan lebih lanjut dan memulai perjuangan Anda demi keadilan bagi anak.