Konsultasi Hukum Terkait Sengketa Jual Beli Rumah Dan Dugaan Wanprestasi Atau Penipuan by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang

Jual Beli Properti Berujung Sengketa? Pahami Wanprestasi dan Penipuan, Lalu Ambil Langkah Hukum Tepat!
Membeli properti adalah impian banyak orang, namun prosesnya
tidak selalu mulus. Seringkali, sengketa muncul karena salah satu pihak tidak
memenuhi janjinya. Pertanyaan yang seringkali muncul adalah: apakah masalah ini
sekadar perdata (ingkar janji) atau sudah masuk ranah pidana (penipuan)?
Kami menangani sebuah kasus di mana seorang klien telah
membayar uang muka (down payment) sebesar 50% untuk sebuah rumah dan
menandatangani perjanjian jual beli di hadapan lurah. Namun, setelah lebih dari
sebulan, penjual tidak kunjung menyerahkan rumah tersebut. Penjual juga sulit
dihubungi dan tidak kooperatif, padahal janji awalnya rumah bisa langsung
ditempati.
Dari kasus ini, ada dua kategori hukum yang penting untuk
dipahami.
Wanprestasi (Ingkar Janji) - Ranah Hukum Perdata
Wanprestasi adalah kondisi di mana salah satu pihak dalam
perjanjian tidak memenuhi kewajibannya. Dalam kasus ini, penjual melakukan
wanprestasi karena gagal menyerahkan rumah setelah menerima pembayaran dan
menandatangani perjanjian.
Jika masalah ini murni wanprestasi, maka langkah hukum yang
harus ditempuh adalah melalui jalur perdata. Anda dapat:
Mengirim Somasi
Kirimkan surat peringatan hukum (somasi)
kepada penjual, yang isinya menuntut agar ia segera menyerahkan rumah dan
membayar ganti rugi atas kerugian yang Anda alami (misalnya biaya sewa tempat
tinggal sementara).
Mengajukan Gugatan Perdata
Jika somasi tidak ditanggapi,
Anda dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri setempat untuk
menuntut:
Pelaksanaan Perjanjian
Meminta hakim memerintahkan penjual
untuk segera menyerahkan rumah.
Pembatalan Perjanjian
Meminta hakim membatalkan perjanjian
dan memerintahkan penjual mengembalikan uang muka Anda secara penuh.
Penipuan - Ranah Hukum Pidana
Tindakan penjual bisa beralih dari perdata ke pidana jika
ada unsur penipuan yang disengaja. Penipuan adalah kejahatan yang diatur dalam
Pasal 378 KUHP, di mana pelaku menggunakan kebohongan atau tipu daya untuk
mendapatkan keuntungan dari orang lain.
Dalam kasus klien kami, unsur penipuan dapat terjadi jika:
Ada Niat Jahat Sejak Awal
Penjual dari awal memang tidak
berniat menyerahkan rumah, melainkan hanya ingin mendapatkan uang Anda.
Informasi Palsu
Penjual menyembunyikan fakta penting,
seperti status tanah yang sebenarnya atau status hukum rumah yang tidak jelas,
yang membuat Anda percaya dan mau membayar uang muka.
Langkah Hukum yang Dapat Diambil
Jika Anda memiliki bukti kuat adanya niat jahat atau tipu
daya, Anda dapat:
Melaporkan ke Kepolisian
Ajukan laporan polisi atas dugaan
tindak pidana penipuan. Laporan ini dapat memberikan tekanan tambahan kepada
penjual untuk menyelesaikan masalah secara damai.
Pelajaran untuk Masyarakat: Pentingnya Perjanjian dan Bukti Kuat
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi siapa pun yang akan
melakukan transaksi jual beli properti:
Perjanjian Tertulis Itu Wajib
Pastikan setiap kesepakatan
tertuang dalam perjanjian tertulis yang jelas di atas materai dan disaksikan
oleh pihak ketiga yang netral (seperti notaris atau lurah).
Jangan Mudah Percaya Janji Lisan
Selalu verifikasi
informasi, terutama status legalitas properti (sertifikat, IMB, status tanah).
Konsultasi Hukum Sejak Awal
Jika Anda merasa ada
kejanggalan, segera konsultasikan dengan pengacara. LBH Mata Elang atau Kantor Hukum Mata Elang Law Firm & Partners dapat
membantu Anda menganalisis risiko, menyusun strategi, dan melindungi hak-hak
Anda.
Jangan biarkan janji palsu merampas hak Anda. Dengan pemahaman hukum yang tepat dan langkah-langkah yang terukur, Anda dapat memperjuangkan keadilan.