Konsultasi Hukum Via Email Tentang Jebakan Mediasi dan Kejanggalan Surat Tanah

Konsultasi Hukum Via Email Tentang Jebakan Mediasi dan Kejanggalan Surat Tanah

Konsultasi Hukum Via Email Tentang Jebakan Mediasi dan Kejanggalan Surat Tanah 



Sebuah curahan hati diterima oleh LBH Mata Elang melalui email menggambarkan pengalaman pahit sebuah keluarga yang merasa tidak mendapatkan keadilan. Bermula dari laporan polisi oleh seorang tetangga, keluarga ini diarahkan untuk mediasi di tingkat desa. Namun, alih-alih menemukan solusi, mereka justru merasa terjebak dalam proses yang dicurigai sebagai upaya mencari bukti dengan kedok mediasi. 


Surat undangan mediasi tertulis mengenai "penyesalan kesalahpahaman," namun dalam pelaksanaannya, materi yang dibahas jauh berbeda. Kejanggalan semakin terasa ketika pelapor adalah istri tetangga yang bahkan tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP), sementara suaminya yang aktif berbicara dan merekam jalannya mediasi. Pihak keluarga yang merasa tidak bersalah mempertanyakan mengapa laporan tersebut dapat diterima. 


"Selama mediasi si oknum babinnya itu kalau saya yg ngomong dia senyum 'aja coba kalau yg ngomong si suami pelapor dia serius mendengarkan," tulis pengirim email, menyiratkan ketidaknetralan dalam proses mediasi. Tuduhan pencemaran nama baik juga dilayangkan, padahal ibu pelapor hanya berbicara kepada pelapor, bukan kepada khalayak umum. Keterangan suami pelapor yang dianggap sebagai fitnah dibiarkan tanpa respons berarti dari pihak mediasi. 


Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah persoalan surat tanah. Pengirim email mengungkapkan kecurigaan adanya pemalsuan tanda tangan ibu mereka dalam surat tanah yang dibuat oleh tetangga. Ibu mereka merasa tidak pernah menandatangani surat tersebut, apalagi saat pembuatan surat, seluruh keluarga sedang berada di luar kota dan hanya ayah mereka yang berada di rumah. Anehnya, nama ibu di bawah tanda tangan tertera dalam bentuk ketikan, bukan tulisan tangan. Lebih lanjut, izin pembuatan surat tanah disebut didapatkan dari ayah mereka yang baru keluar dari rumah sakit jiwa, atas tanah yang sebenarnya milik ibu mereka. Keterangan saksi dalam pembuatan surat tanah pun dinilai janggal karena mengaku lupa apakah ibu pelapor hadir atau tidak. 


Kekhawatiran lain muncul terkait potensi kesulitan dalam pembuatan surat tanah di masa depan jika tetangga tersebut tidak bersedia menandatangani surat batas karena hubungan yang kurang baik. 


Kasus ini menyoroti beberapa isu krusial, mulai dari efektivitas dan integritas proses mediasi di tingkat desa, hingga potensi permasalahan serius terkait sengketa dan keabsahan hak atas tanah akibat dugaan pemalsuan. LBH Mata Elang melalui konsultasi online ini memberikan beberapa poin analisis awal, termasuk potensi tidak sahnya surat tanah jika terbukti adanya pemalsuan tanda tangan dan prosedur yang dapat ditempuh untuk memperjuangkan hak-hak keluarga tersebut. 


Diharapkan, kasus ini menjadi perhatian bagi pihak berwenang dan masyarakat luas mengenai pentingnya proses hukum yang adil dan transparan, serta perlindungan hak atas tanah dari praktik-praktik yang merugikan. Keluarga ini, yang merasa "hanya orang susah," mencari keadilan di tengah ketidakberdayaan yang mereka rasakan.


KONSULTASI HUKUM ONLINE via Email Atas Nama Pxxxx Nxx puxxxxxx892 gmail com by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang

أحدث أقدم