Konsultasi Hukum Terkait Penahanan Sertifikat Rumah Oleh Bank Dan Permintaan Biaya Tidak Jelas by Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang

Sertifikat Rumah Ditahan Bank Meski Cicilan Sudah Lunas? Pahami Hak dan Langkah Hukum Anda!
Membeli rumah dengan sistem cicilan (KPR) adalah impian
banyak orang. Setelah bertahun-tahun berjuang melunasi pinjaman, saat yang
paling ditunggu adalah menerima kembali sertifikat rumah yang menjadi jaminan.
Namun, bagaimana jika bank menahan sertifikat tersebut dan meminta biaya yang
tidak jelas? Ini adalah praktik yang merugikan dan dapat digolongkan sebagai
perbuatan melawan hukum.
Jika Anda mengalami situasi serupa, jangan panik dan jangan
mau membayar uang yang tidak memiliki dasar jelas. Berikut adalah panduan hukum
yang dapat membantu Anda.
Bank Melakukan Perbuatan Melawan Hukum
Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata), setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang
lain, wajib diganti kerugiannya. Tindakan bank menahan sertifikat rumah yang
sudah lunas cicilannya, tanpa alasan yang sah dan meminta biaya yang tidak
jelas, adalah bentuk dari perbuatan melawan hukum.
Perjanjian utang-piutang antara Anda dan bank sudah berakhir
begitu cicilan lunas. Dengan demikian, bank tidak lagi memiliki hak untuk
menahan sertifikat Anda.
Jangan Bayar! Pahami Taktik Penipuan
Permintaan biaya yang tidak jelas, seperti "biaya
administrasi" yang nilainya sangat besar, adalah taktik yang sering
digunakan oknum bank untuk melakukan penipuan atau pemerasan. Jika Anda
membayar, tidak ada jaminan sertifikat akan diserahkan, dan Anda akan
kehilangan uang tersebut.
Anda memiliki bukti kuat bahwa cicilan sudah lunas dan
sertifikat sudah dipecah atas nama Anda. Fokuskan pada bukti ini, bukan pada
tuntutan yang tidak berdasar.
Langkah-Langkah Hukum yang Dapat Anda Ambil
Jika bank tidak mau bekerja sama, Anda memiliki hak penuh
untuk memperjuangkan hak Anda melalui jalur hukum.
A. Mengirimkan Surat Somasi (Peringatan Resmi)
Langkah awal yang sangat efektif adalah mengirimkan surat
somasi atau peringatan hukum secara resmi kepada bank. Surat ini bertujuan
untuk:
- Menuntut penyerahan sertifikat. Tegaskan bahwa bank wajib menyerahkan sertifikat asli rumah Anda tanpa syarat.
- Memberikan tenggat waktu. Berikan batas waktu yang jelas bagi bank untuk menanggapi somasi Anda.
- Menyatakan siap menempuh jalur hukum. Sampaikan bahwa jika somasi tidak ditanggapi, Anda akan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.
B. Mengajukan Gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri
Jika surat somasi tidak berhasil, Anda dapat mengajukan
gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Tujuan gugatan ini adalah:
- Menuntut pengembalian sertifikat. Meminta hakim untuk memerintahkan bank menyerahkan sertifikat rumah Anda.
- Menuntut ganti rugi. Anda dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang Anda alami, seperti kerugian waktu, biaya transportasi, atau kerugian kesempatan (misalnya, jika Anda kehilangan kesempatan menjual atau menjaminkan kembali rumah).
- Menyatakan tindakan bank melawan hukum. Meminta hakim untuk menyatakan secara resmi bahwa tindakan bank menahan sertifikat adalah perbuatan melawan hukum.
C. Pertimbangkan Laporan Pidana (Jika Terbukti Ada Unsur Pidana)
Jika Anda memiliki bukti kuat bahwa permintaan uang Rp 180
juta adalah upaya pemerasan atau penipuan yang dilakukan oleh oknum di bank,
Anda dapat melaporkannya ke kepolisian. Namun, langkah ini perlu didiskusikan
dengan pengacara Anda untuk memastikan bahwa buktinya cukup kuat.
Kesimpulan
Sertifikat rumah adalah hak mutlak Anda setelah cicilan lunas. Jangan biarkan hak Anda terabaikan oleh oknum bank yang tidak bertanggung jawab. Dengan langkah-langkah yang tepat dan pendampingan hukum yang profesional, Anda dapat memperjuangkan hak Anda dan mendapatkan kembali sertifikat rumah Anda.